Mendengar adalah Budaya Saya, Membaca dan Menulis Bukan Budaya Saya, Melainkan Belajar Untuk "Cinta Menulis" "Menulis Untuk Hidup" "Sewaktu-waktu Murid Bisa Menjadi Guru Tapi Guru Tidak Pernah Menjadi Murid"
Senin, 26 November 2018
Jumat, 23 November 2018
SEKOLAH DASAR YAYASAN PENDIDIKAN KRISTEN SD YPK WANIOK
SD YPK WANIOK | ||||
Kec. Walma, Kab. Yahukimo, Prop. Papua |
Data Pelengkap
SK Pendirian Sekolah :
Tanggal SK Pendirian :
Status Kepemilikan : Yayasan
SK Izin Operasional :
Tgl SK Izin Operasional :
Kebutuhan Khusus Dilayani : Tidak ada
Nomor Rekening : 7.02233E+14
Nama Bank : PAPUA
Cabang KCP/Unit : DEKAI-YAHUKIMO
Rekening Atas Nama : SD YPK WANIOK
MBS : Tidak
Luas Tanah Milik (m2) : 500
Luas Tanah Bukan Milik (m2) : 200
Nama Wajib Pajak :
NPWP :
Kontak Sekolah
Nomor Telepon : 81247372014
Nomor Fax :
Email :
Website :
Data Periodik
Waktu Penyelenggaraan : -
Bersedia Menerima Bos? : -
Sertifikasi ISO : -
Sumber Listrik : -
Daya Listrik (watt) :
Akses Internet :
Akses Internet Alternatif :
Data Lainnya
Kepala Sekolah :
Operator Pendataan :
Akreditasi :
Kurikulum :
Kamis, 25 Oktober 2018
Secara Hukum Internasional ULMWP Sudah Tidak Bisa Lagi Disebut Sebagai Pemberontak Atau Separatis Semata
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan
dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam keadaan-keadaan
tertentu. Keadaan tertentu ini ditentukan oleh pengakuan pihak ketiga bagi
pemberontak atau pihak bersengketa bila ada niat untuk diselesaikan. Dan
pengakuan pihak ketika lahir dari hak asasi manusia, dimana bangsa-bangsa di
dunia dianggap mempunyai beberapa hak asasi manusia. Seperti: hak untuk
menentukan nasib sendiri, hak untuk secara bebas memilih system ekonomi, system
politik, dan system social sendiri, dan hak untuk menguasai sumber kekayaan
alam dari wilayah yang didudukinya.
Dalam Konvensi Wina 1969 yang diterima dan diakui oleh dunia
international mengatur tentang pemberontakan dalam bagian V pasal 53 mengenai
“jus Cogens” yaitu menyebut pemberontakan sebagai gejolak yamg terjadi dalam
sebuah negara yang penanganannya diatur secara nasional. Namun dalam “Premptory
norm” sebagai bagian dari hukum intenasional, mengikat individu, selain negara,
termasuk kaum pemberontak, sehingga mengakui pemberontak sebagai bagian dari
subyek hukum internasional.
Demikian juga dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2131
(XX) yang dikeluarka tahun 1965,
Belligerent dapat disebut sebagai subyek hukum internasional
dengan syarat: tidak ada upaya penyelesaian konflik dari suatu negara, sumber
konfliknya nasionalisme, selain pemberontak telah terorganisasi dalam suatu
kekuasaan yang rapi dan menghindari kekerasan kepada rakyat sipil dan mendapat
pengakuan beberapa negara.
Dengan demikian, bila beberapa elemen perjuangan bersepakat
dan melahirkan ULMWP, tidak diselesaiakannya berbagai konflik sebagaimana telah
di sebutkan di atas, dukungan Vanuatu, Solomon Island, Tonga, Tuvalu, serta
diundangnya ULMWP dalam pertemuan MSG dan PIF, serta adanya kesepakatan antara
Solomon Island, Vanuatu, Gerakan Kanak dengan ULMWP, diundangnya ULMWP dalam
pertemuan PCWP serta dukungan berbagai pihak di dunia, telah menunjukkan kepada
kita bahwa ULMWP telah memenuhi kriteria sebagai “Belligerent”dan sudah dapat
di kategorikan sebagai bagian dari subyek hukum internasional. Sehingga,tugas
ULMWP adalah mencari pengakuan sebagai
“Belligerent” dengan melakukan syarat sebagai subyek hukum
internasional. Dimana, ULMWP wajib perjuang mendukung hak dan kewajiban
internasional, melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional, berhak
menjadi pihak dalam pembentukkan perjanjian internasional, mempunyai hak melakukan
penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban internasional, mempunya hak
kekebalan dari pengaruh dan penerapan yuridiksi nasional suatu negara, dapat
menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi
internasional.
Jadi, perjuangan Papua melalui ULMWP yang lahir dari hasil
koalisi dari sumber-sumber konflik di atas, maka secara hukum internasional
sudah tidak bisa lagi di sebut sebagai pemberontak atau separatis semata, namun
perjuangan ini telah naik suatu tingkat dari Insurgent Belligerent dan akibat
hukumnya, lembaga tersebut telah menjadi subyek hukum internasional yang
memiliki hak yang sama dengan apa yang dimilikinya subyek hukum internasional
lainnya.
Kamis, 18 Oktober 2018
REVOLUSI TEKNOLOGI INFORMASI MENUNTUT GENERASI MILENIAL MENGHADAPI PERADABAN DAN TANTANGAN BERPIKIR GLOBAL
Ilustrasi Gambar
Pendahuluan
Generasi Y atau
generasi milenial membawa cara pandang sendiri terhadap dunia kerja. Jika tidak
dikelola dengan baik, maka cara pandang generasi milenial yang berbeda dengan
generasi pendahulunya akan menimbulkan kesalahpahaman, bahkan bisa terjadi
konflik. Millennial adalah mereka yang kelahirannya antara tahun 1981-1994
(beberapa yang lain menyebut hingga sebelum tahun 2000). Mereka juga adalah
orang-orang dengan usia produktif sekaligus konsumen yang mendominasi pasar
saat ini. Kehidupan sosial menjadi nilai penting, didukung dengan kuatnya arus
informasi di masa kini. Begitu pula halnya dengan perilaku konsumsi, yang tak
jauh dari lingkup dunia teknologi.
Siapa Yang Dimaksud Generasi Milennial
Dewasa ini, generasi milenial menjadi topik yang cukup hangat dikalangan
masyarakat, mulai dari segi pendidikan, teknologi maupun moral dan budaya. Tapi
sebenarnya, siapakah yang dimaksud generasi milenial itu dan apakah orang
benar-benar mengerti akan sebutan itu.
Milenial atau kadang
juga disebut dengan generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah
Generasi X, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 1980- 2000an. Maka ini berarti
milenial adalah generasi muda yang berumur 17- 37 pada tahun ini. Milenial
sendiri dianggap spesial karena generasi ini sangat berbeda dengan generasi
sebelumnya, apalagi dalam hal yang berkaitan dengan dinamika perkembangan dunia
teknologi informasi saat ini.
Generasi milenial
memiliki ciri khas tersendiri yaitu, mereka lahir pada saat TV
berwarna,handphone, internet sudah
diperkenalkan. Sehingga generasi kita ini sangat mahir dalam teknologi
informasi.
Kebanyakan dari
generasi milenial kita ini hanya peduli
untuk membanggakan pola hidup kebebasan dan hedonisme. Memiliki visi yang tidak
realistis dan terlalu idealistis, yang penting bisa gaya.
Jadi sebenarnya jika
kita ingin menjadi generasi milenial yang bermanfaat, Maka kita juga ditutut
untuk berfikiran kritis, terbuka dengan apa yang ada disekeliling
kita, mulai dari masalah kesehatan, Pendidikan, Lingkungan hidup, politik,
ekonomi hingga sosial dan budaya. Jangan kita telan mentah-mentah informasi
yang kami dapatkan. Cobalah untuk kita berfikir kritis dan pikirkan apa yang
bisa kita kontribusikan untuk memecahkan masalah di sekitar kita. Dan juga dapat menggunakan media sosial
secara bijak, karena media sosial bisa menjadi pedang bermata dua,
tergantung bagaimana kita menggunakannya. Maka kita gunakan dengan bijak, kita
musti hindari penyebaran informasidikatakan
asumsi tanpa pembuktian kebenaran fakta.
Hal yang paling penting adalah bantu orang lain, memikirkan orang lain bukan berarti hanya memperhatikan keluarga sekampung
atau sedaerah kita saja. Melainkan konsep masyarakat secara keseluruhan bahkan
masyarakat dunia global tanpa batas tidak perlu berfikir dengan kedaulatan
suatu negara dalam arti sempit, Jika
kita dapat membantu sepuluh atau bahkan seratus masyarakat dunia global tanpa
batas memperhatikan kedaulatan suatu negara .
Maka kita di tuntut untuk buat visi yang realistis, dan kita juga harus tentukan visi yang ingin kita capai. Dan juga membangun ide kita setelah
kita memiliki visi yang baik. Kita seharusnya buat ide yang dapat membantu kita
mencapai visi kita tadi. Diskusikan ide dengan orang-orang di sekitar kita.
Jangan kita takut dengan ide kita dicuri, karena tidak ada ide yang original,
dan ingatlah ide itu murah yang mahal eksekusinya.
Apa Yang Dimaksud Generasi Milenial
Milenial adalah juga
sebuah istilah yang populer menggantikan istilah Generasi Y (GenY).
Generasi Y adalah
cohort (kelompok demografis) yang lahir setelah Generasi X
Sejalan dengan itu,
banyak fakta dan mitos yang beredar tentang generasi Milenial, tidak semuanya
benar dan tidak sepenuhnya salah. Selain mitos, generasi yang lebih tua sering
mencap para milenial dengan stereo type yang sama, yaitu malas dan narsis,
generasi Milenial memiliki karakteristik yang khas, kita lahir di zaman TV sudah
berwarna dan memakai remote, sejak masa sekolah sudah menggunakan handphone,
sekarang tiap tahun ganti smartphone dan internet menjadi kebutuhan pokok kita,
berusaha untuk selalu terkoneksi di manapun, eksistensi sosial ditentukan dari
jumlah follower dan like kita, kita juga punya tokoh idola, afeksi pada genre
musik dan budaya pop populer yang sedang hype, ikut latah #hashstag ini
#hashtag itu, pray for ini dan itu, dan semua gejala-gejala kekinian yang tak
habis-habisnya membuat generasi orangtua kita kebingungan mengikutinya. Namun
dibalik itu semua, ada banyak hal negatif yang disoroti oleh generasi-generasi
yang lebih tua dari kita. Milenial dinilai cenderung cuek pada keadaan sosial,
mengejar kebanggaan akan merk/brand tertentu padahal orangtua kita makan dua
kali sehari saja sudah bersyukur. Pulang kuliah/ kerja nongkrong di Warkop,
padahal di kosan hanya makan mie instan.
Kita cuek saja, yang
penting gaya trend. Yang penting eksis di media sosial. Yang penting
follower-nya banyak. Sekolah atau kuliah cuma jadi ajang pamer harta orang tua
kita (untuk yang berpunya), dan menjadi perjuangan untuk yang(BPJS). tipe Budget
Pas-pasan Jiwa Sosialita.
Sekali lagi, itulah stereotype dari generasi
yang lebih tua terhadap generasi kita. Kamu dan saya perlu membuktikan bahwa
tidak semua anak muda seperti itu. Tunjukkan apapun yang menjadi passion-mu
pada dunia, pada lingkunganmu dan pada orangtuamu. Kita muda, kita enerjik, dan
kita punya banyak ide untuk diwujudkan.
Kesimpulan
Generasi milenial
kita lebih kreatif, inovatif dan cepat belajar, dan generasi milenial kita juga
dianggap sombong, sok tau,loyalitas kita
rendah dan kurang sopan
Saran
Jadilah manusia yang
kreatif, inovatif dan cepat belajar dengan memanfaatkan fasilitas yang ada.
Tetaplah jaga sopan santun terhadap semua orang dan jalin komunikasi terhadap
semua ciptaan sehingga terhindar dari sifat sombong, sok tau dan loyalitas
rendah.
Oleh : Obock I Silak
Agama-Agama dan Rekonsiliasi Panggilan Mengikuti Kritus di Tengah-Tengah Kekerasan dan Strategi Agama Sebagai Penjaga Gawang HAM di Papua
PENDAHULUAN
Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan,
dengan aturan-aturan syarat tertentu. Agama Ajaran, sistem yang mengatur tata
keimanan atau kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Kata agama dalam
bahasa inggris adalah “religion” atau
bahasa latinnya “religio” yang
berarti mengingat dengan kencang, membaca kembali atau membaca berulang-ulang
dan penuh perhatian. Agama berkaitan dengan hubungan antara manusia dan
dunianya serta dengan Allah karena segala keberadaan manusia adalah Allah.
Dengan menyimpulkan pengertian dari
beberapa arti diatas bahwa agama sebagai lembaga yang secara konkrit menjadi
bagian dari struktur masyarakat, bisa memainkan perannya dalam mengontrol dan
kemudian ikut membentuk sebuah struktur masyarakat yang lebih kondusif bagi
perkembangan kultur yang adil bagi setiap individu berdasarkan kekuatan yang
dimilikinya. Dalam konteks pembicaraan tentang kekerasan, akan disusulkan
optimalisasi lembaga agama dalam membongkar kultur kekerasan di Indonesia umu
dan di papua khususnya, yang dimaksud agama sebagai lembaga disini adalah agama
dengan struktur organisasinya beserta individu-individu yang memeluknya. Tentu
dalam hal ini diandaikan pula bahwa perdebatan Teologis sehubungan dengan peran
agama di dunia sudah menemukan
platform ( mimbar, panggung atau pondium) kemanusian.
“PANGGILAN
MENGIKUTI KRISTUS DITENGAH-TENGAH KEKERASAN”
Berikut ini merupakan
interprestasi mengenai gejala kekerasan dan ketidakadilan dalam masyarakat (pada pemerintahan Orde Baru), kemudian
beberapa pertimbangan mengenai panggilan para pengikut Kristus dalam konteks
tersebut.
KEKERASAN
Salah satu penyebab
ketidakadilan yang dialami pada masa pemerintahan Orde Baru adalah kekerasan
yang dijalankan oleh pemerintah melalui alat-alatnya, yakni militer hukum,
informasi, dan ideology, yang tidak jarang juga di dukung oleh budaya dan
agama. System dan struktur yang tidak adil telah merasuki segala bidang tataran
hidup bermasyarakat dan bernegara, sehingga tidak mudah untuk diubah dalam
waktu yang singkat.
Indonesia lahir dari
masyarakat yang majemuk yang melawan penjajah dan kemudian selanjutnya dibentuk
dan disatukan dari atas oleh pemerintah yang otoriter dan represif . Perjuangan menegakkan keadilan
dan perdamaian dalam bidang-bidang politik, ekonomi, budaya, berhadapan dengan system
dan struktur kekuasaan yang kuat, konflik vertical telah menjadi konflik
horizontal, dimana budaya dan agama ikut memainkan peran selama Orde Baru,
tidak jarang agama membiarkan diri menjadi alat pemerintah, demi pelaksanaan
program pemerintah, suatu hal yang sangat mencolok khususnya menjelang pemilu.
Sejarah Indonesia
memperlihatkan bahwa gerakan memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, dan
kesejahteraan bersama merupakan kekuatan yang mempersatukan agama-agama.
Sebliknya, tanpa gerakan semacam itu agama-agama cenderung memperjuangkan
kepentingan kelompok sendiri dan menjadi kekuatan yang terpisah-pisah atau
malah berselisih. Sebagai gejala social, sebagai kelompok masyarakat dalam
negara Indonesia, umat beragama tidak terlepas dari politik, ekonomi, dan budaya
yang bersifat ambivalen. Terhadap ambivalen politik,ekonomi, dan budaya
selayaknya umat beragam bersikap kritis berdasarkan sumber-sumber yang
dianutnya. Dengan demikian agama menjadi agama rakyat. Kemungkinan lain
hanyalah dalam kekuasaan dan agama menjadi sarana kekuasaan. Kenyataan
Indonesia seperti ini tidak terlepas dari pengaruh proses globalisasi. Fenomena
globalisasi tidaklah netral melainkan penuh dengan ambiguitas, dengan
kompetisi yang tidak fair dan hubungan-hubungan yang tidak adil.Dominasi ekonomi
dan politik diperkuat dengan agresi
cultural yang dipacu dengan kemajuan-kemajuan teknologi. Salah satu dampak
globalisasi adalah munculnya fundamentalisme,
yang tidak hanya terdapat dalam agama, melainkan juga dalam keluarga nepotisme, dalam ras dan suku primodialisme, dan dalam hubungan gender
patriarki, Globalisasi mempunyai
andil dalam menumbuhkan sikap hidup komunalistik tersebut. Bahaya dari sikap
ini ialah tidak bersedia untuk dialog dan cenderung menggunakan kekerasan.
Akibatnya, kaum marginal dan tak berdaya semakin lemah posisinya.
PERMASALAHAN
KITA
Berbicara tentang kekerasan berarti pula berbicara
tentang aneka ragam model dan bentuk kekerasan. Oleh karena itu, focus kita
kekerasan yang akan dibahas disini adalah kekerasan yang lebih dikenal sebagai
kekerasan Negara (state violence) Indonesia terhadap rakyat Papua. Disini saya tidak akan membicarakan tentang
hal ini secara detail karena memang, pembicaraan tentang hal ini sudah cukup
yang dibahas oleh para Tokoh Papua, Antropolog Papua, Seniman Papua, Cedekiawan
Papua, Akademisi Papua Peneliti Papua, Praktisi Hukum Papua, LSM/NGOs Papua dan
Aktivis Papua, Mahasiswa Papua Pemuda Papua dalam bentuk bermacam –macam baik
itu melalui Buku, Media Cetak, Media Online Jurnal, Seminar-seminar dan dalam
berbagai hal lainnya , sehingga setidaknya pastilah kita sudah beranalisa dan
sudah tahu kesana, apa itu kekerasan Negara (state violence) terhadap orang
Papua.
Hal yang sering dari pembicaran para pakar itu ialah
para eksekutiv dan juga legislative
daerah Papua yang di dukung oleh militer Indonesia yang variable utama
dalam permainan kekerasan negara terhadap rakyat Papua. Padahal sebagai seorang
pemimpin daerah yang bijak hanya dengan mencermati pola-pola kekerasan itulah
kita bisa menemukan salah satu mata rantai yang bisa di tenmbus untuk
memutuskan lingkaran setan kekerasan itu, tidak mudah bagi masyarakat Papua
untuk melawan hal kekerasan itu, bahwa berdasarkan topic diatas maka kalau
agama mau supaya gereja berperan secara optimal, perlulah lebih dahulu
menemukan titik lemah dari pada budak “korban” kemudian barulah menemukan
solusinya.
MEMBONGKAR POLA PENGGELAPAN
Setelah mencermati pola kekerasan diatas , yang
kemudian mendesak diperlukan adalah suatu upaya untuk membongkar penggelapan
fakta ini sebagai bentukan nyata dari usaha memutuskan lingkaran setan
kekerasan. Diharapkan, dengan fakta yang lebih transparan, pola-pola kekerasan
itu bisa dinilai dan ditimbang dalam ukuran rasa keadilan masyarakat sesuai
prsedur hukum yang berlaku di Indonesia maupun Organisasi Internasional Human
Right. Maka lebih lanjut, dalam dukungan masyarakat yang lebih luas kemungkinan
besar para korban dan atau keluarga korba,n ini bisa lebih berani memberikan
kesaksiannya. Namun sangat sulit bagi pihak korban rakyat Papua memberikan
kesaksian ini kepada public Nasional maupun Internasional kalau di pantaupun
oleh pihak atau lemmbaga yang mendukung, sekalipun sudah pernah mencoba namun
hasilnya mereka malah dihukum lagi pelaku criminal dengan memperbalikan fakta
yang sebenarnya.
Berdasarkan Topik artikel dan fakta deskriptif analisa
diatas maka timbulah, pertanyaan bahwa:
Sipakah sebenarnya agama itu dan untuk
apakah agama itu ada?
Peran dan fungsi agama penting dalam menyikapi
konflik HAM (Hak Asasi Manusia) seperti yang di jelaskan diatas sama halnya
juga konflik Papua, dan cara yang untuk bisa menyikapi konflik Papua adalah
dengan jalan dengan jalan atau ketentuan sebagai berikut:
1. Pada
umumnya agama dilihat sebagai kekuatan moral, bukan perwujudan dari kepentingan
ekonomi dan politik praktis dalam arti kekuasaan
2. Kepentingan
agama dalam pilihan ini adalah pilihan keadilan dan kemanusiaan, suatu pilihan
universal yang non-sektarian dan tidak berpihak, kecuali hanya pada para korban
yang tercabik harga diri kemanusiaanya
3. Kekuatan lembaga agama yang kedua adalah struktur
organisasi dan jaringan internal yang relative baik. Maksudnya, agama sebagai
lembaga mempunyai basis massa yang jelasdengan unit-unit pengorganisasian yang
cukup baik.
4. Selain
itu, agama biasanya juga mempunyai jaringan keluar yang juga baik, dan ini bisa
menjadi kekuatan ketiga
Dengan ketiga kekuatan ini saja,
sebenarnya lembaga agama tidak perlu merasa gentar membela keadilan, meskipun
tetap perlu mewaspadai upaya-upaya adu domba seperti yang sering terjadi
selama.
Dengan demikian pastilah akan terlihat sendiri kebenaran
yang sedang diinjak-injak oleh kepentingan kaum kapitalis global itu, maka itu
Gereja perlu menyadari tugas pengutusan dan panggilannya. Jika dengan
melalaikan tugas pengutusan dan panggilan Gereja maka Gereja gagal hidup
sebagai Gereja, yakni sebagai Tubuh Kristus.
Gereja jangan
pernah lagi tutup hati dan mulut jika terjadi pelanggaran ketidak manusiawian
di tengah-tengah kehidupan umat Allah, Melainkan buka hati dan mulut dengan
cara berkata dan bertindak sebab kebenaran boleh dapat di salahkan Namun tidak
dapat dikalahkan
Socrates, Sofyan, Yoman
Orang-
orang Yang pekerja jujur di atas tanah ini akan melihat tanda heran yang satu
ke tanda heran yang lain
Isac, Zamuel, Kijne
Oleh: Obock
Robsil Silak
Penulis adalah Alinlan Nare Ft Kaki
Abu
Indonesia Dan Papua Sama-Sama Korban Kapitalisme Elit Global
Pendahuluan
Kapitalisme
atau capital merupakan suatu ajaran atau paham yang meyakini bahwa pemilik
modal dapat melakukan usahanya demi meraih keuntungan sebesar-besarnya dimana
pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar.
Menurut
Dudley Dillard, kapitalisme adalah
hubungan-hubungan di antara pemilik
pribadi atas alat-alat produksi yang bersifat nonpribadi (tanah,
tambang, instalasi industry dan sebagainya, yang secara keseluruhan disebut
modal atau capital) dengan para pekerja yang walaupun bebas namun tak punya
modal yang menjual jasa tenaga kerjanya kepada para majikan atau kaum proletar.
System
kapitalisme sepenuhnya memihak dan menguntungkan pihak-pihak pribadi kaum
bisnis atau kaum borjuis, swasta. Dengan seluruh keputusan yang menyangkut bidang produk baik
itu alam dan tenaga kerja tetap dikendalikan oleh pemilik dan diarahkan demi
mendapatkan keuntungan dalam jumlah yang besar.
Secara
sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap kaum feodal salah
satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya “The Protestan Etic of Spirrit Capitalism” mengatakan bahwa
kemunculan kapitalisme erat sekali dengan semangat religious terutama kaum
protestan.
Pendapat Max Weber ini didukung Marthin
Luther King yang menyebutkan bahwa melalui perbuatan dan karya yang lebih
baik manusia dapat menyelamatkan diri
dari kutukan abadi.
Benjamin Franklin dengan motonya yang
sangat terkenal: “Time is Money’,
yang artinya bahwa manusia hidup untuk bekerja keras dan memupuk kekayaan
sebanyak-banyaknya.
Definisi Kapitalisme
Tentu kawan–kawan sudah tahu betul apa itu sistem iblis
kapitalisme, buatan london, dengan tidak mengotakan warna kulit. Ia, mari kita sama-sama mendefinisikan ulang hakiki
kapitalisme yang sejauh ini ia berhasil membuat kita ogah berpikir tentangnya
sekaligus seolah memberi rasa aman bagi kebanyakan umat manusia.
Kapitalisme adalah juga sebuah sistem global jahat yang
diaktori segelintir orang pemilik modal besar dan juga elit glogal. Ia tidak sukar membayangkannya.
Perumpamaannya seperti ini, ada uang abang sayang, tak ada uang abang melayang.
Ia kemudian membentuk lingkaran setan yang rapat sehingga
orang–orang di dalamnya sulit keluar karena seolah dimanjakan, padahal diperbudak segelintir orang pemilik modal elit global.
Ia melegitimasi penghisapan manusia atas manusia lain karena
hanya cara tersebut yang ampuh mempertahankan eksistensinya.
Ia pintar, cerdas, tapi satu hal yang dapat menghancurkannya,
ia licik dan culas.
Kepintarannya dapat dilihat dari bagaimana ia berperan
sebagai tuhan ketika hamba mengemis, meminta kepadanya karena tidak tahu lagi
harus berbuat apa.
Ya, mari kita masuk dalam lingkup ekonomi kapitalisme.
Kasarnya seperti ini, daripada dapur kosong, tidak berasap, akhirnya hamba
menuhankannya sembari bersabar dan berharap hari esok jauh lebih baik, padahal
itu semua nihil jikalau kawan–kawan tidak frontal melawannya.
Kelicikan
Humanisme Kapitalisme
Lebih jauh, konsep ekonomi tersebut melahirkan kelas–kelas
sosial dalam masyarakat atau pengotakan status manusia. Dikotomi si kaya dan si
miskin adalah manifestasinya.
Tidak berhenti di sini. Ironis ketika percabangan tersebut
tidak lagi berperikemanusiaan. Yang kaya semakin merajalela, yang miskin
semakin menjerit. “Ibarat Judul Lagu Black Brother Hari Kiamat”.
Kawan–kawan tahu bahwa idealnya kondisi tersebut dapat
memunculkan kedermawanan. Ingat ! Pilantropis murni tanpa embel-embel bukanlah
seorang kapitalis, walaupun kebanyakan orang menganggap mereka kapitalis. Ia
tahu betul ketidakseimbangan ajaran kapitalisme dan kemudian memilih menjadi
pilantropis.
Ia-kapitalisme melegalkan penghisapan yang dilakukan si kaya
atas si miskin, baca perbudakan,. Sungguh sempit humanisme yang
diartikulasikan kapitalisme. Bahkan perbudakan tersebut seolah dikondisikan
terjadi dan bersifat tidak memaksa. Mengapa hal ini bisa terjadi,
Kenyamanan semu perbudakan dalam lingkaran setan dapat
menjadi sebuah jawaban.
Oleh karena itu, marilah sama-sama matangkan idealisme untuk
keluar dari lingkaran tersebut walaupun terasa berat, lebih khusus bagi
kapitalis muda mapan yang sudah merasa nyaman.
Kapitalisasi
Pendidikan
Kapitalisme tidak segan–segan
melebarkan sayap di dunia pendidikan, tentu dengan idealismenya bahwa kepemilikan
modal elit global adalah segalanya.
Ia berhasil mendisfungsikan esensi pendidikan, mensubstitusi
ruang kelas menjadi sebuah perusahaan.
Bagaimana tidak, Kawan-kawan dapat melihat kondisi
saat ini, yang bersekolah bahkan berkuliah hanya yang mampu membayar,
bagaimana dengan yang ingin sekolah dan kuliah tetapi tidak mampu membayar, Kenyataan di lapangan, mereka tidak
dapat menikmati bahkan sekedar untuk mencicipi suasana ruang kelas.
Ya, itu tadi sekelumit tentang pra-ruang kelas. Sekarang
bagaimana dengan yang sedang menikmati ruang kelas.
Aura intelektualisme pun didistorsi menjadi sebuah rutinitas
formalitas berbuah kemalasan kontinu. Memang hal tersebut merupakan pilihan
masing-masing individu. Tetapi penting diingat, Jikalau ruang kelas masih dipenuhi
perasaan dan aktivitas yang salah, adalah mimpi di siang bolong melahirkan
individu-individu berkualitas unggul. Akhirnya, peserta didik hanya mencari
nilai tetapi tidak lagi memikirkan, memanifestasikan apalagi mensyukuri arti
sebuah proses.
Lanjut dengan pascaruang kelas. Alhasil, lulusan ruang kelas pencari
nilai akhir akan berpenyakit mental bahkan cenderung amoral. Di kemudian hari
mereka enggan berpikir dan berusaha. Pragmatisme sempit akan melekat di
masing-masing individu dengan meniadakan nilai-nilai murni yang dianugrahi di
dalam diri. Korupsi adalah salah satu contoh sederhana.
Sungguh, hal-hal tersebut yang diinginkan kapitalisme.
Sebuah bahan perenungan perihal agenda busuk kapitalisme.
Oleh : Obock
I Silak
Langganan:
Postingan (Atom)
Teknik Pembuatan Api Tradisional
Pada 1960-an-1980-an masyarakat perkampungan lembah Yahulikma, Ubahakikma dan Sosomikma tidak memiliki akses korek api, dan masih menggunaka...
-
Pada 1960-an-1980-an masyarakat perkampungan lembah Yahulikma, Ubahakikma dan Sosomikma tidak memiliki akses korek api, dan masih menggunaka...
-
PENDAHULUAN Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan, dengan aturan-aturan syarat tertentu. Agama Ajaran, sistem yang mengatur ...
-
MEMBACA DAN MENULIS BUKAN BUDAYA ORANG YALI MELAINKAN MENDENGAR Pendahuluan Membaca adalah salah satu keterampilan berbahasa. Dan juga keg...