Kamis, 18 Oktober 2018

Indonesia Dan Papua Sama-Sama Korban Kapitalisme Elit Global








Pendahuluan
Kapitalisme atau capital merupakan suatu ajaran atau paham yang meyakini bahwa pemilik modal dapat melakukan usahanya demi meraih keuntungan sebesar-besarnya dimana pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar.
Menurut Dudley Dillard, kapitalisme adalah hubungan-hubungan di antara pemilik  pribadi atas alat-alat produksi yang bersifat nonpribadi (tanah, tambang, instalasi industry dan sebagainya, yang secara keseluruhan disebut modal atau capital) dengan para pekerja yang walaupun bebas namun tak punya modal yang menjual jasa tenaga kerjanya kepada para majikan atau kaum proletar.
System kapitalisme sepenuhnya memihak dan menguntungkan pihak-pihak pribadi kaum bisnis atau kaum borjuis, swasta. Dengan seluruh  keputusan yang menyangkut bidang produk baik itu alam dan tenaga kerja tetap dikendalikan oleh pemilik dan diarahkan demi mendapatkan keuntungan dalam jumlah yang besar.
      Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap kaum feodal salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya “The Protestan Etic of Spirrit Capitalism” mengatakan bahwa kemunculan kapitalisme erat sekali dengan semangat religious terutama kaum protestan.
 Pendapat Max Weber ini didukung Marthin Luther King yang menyebutkan bahwa melalui perbuatan dan karya yang lebih baik  manusia dapat menyelamatkan diri dari kutukan abadi.
 Benjamin Franklin dengan motonya yang sangat terkenal: “Time is Money’, yang artinya bahwa manusia hidup untuk bekerja keras dan memupuk kekayaan sebanyak-banyaknya.

Definisi Kapitalisme
Tentu kawan–kawan sudah tahu betul apa itu sistem iblis kapitalisme, buatan london, dengan tidak mengotakan warna kulit. Ia, mari kita sama-sama mendefinisikan ulang hakiki kapitalisme yang sejauh ini ia berhasil membuat kita ogah berpikir tentangnya sekaligus seolah memberi rasa aman bagi kebanyakan umat manusia.
Kapitalisme adalah juga sebuah sistem global jahat yang diaktori segelintir orang pemilik modal besar dan juga elit glogal. Ia tidak sukar membayangkannya. Perumpamaannya seperti ini, ada uang abang sayang, tak ada uang abang melayang.
Ia kemudian membentuk lingkaran setan yang rapat sehingga orang–orang di dalamnya sulit keluar karena seolah dimanjakan, padahal diperbudak segelintir orang pemilik modal elit global.
Ia melegitimasi penghisapan manusia atas manusia lain karena hanya cara tersebut yang ampuh mempertahankan eksistensinya.
Ia pintar, cerdas, tapi satu hal yang dapat menghancurkannya, ia licik dan culas.
Kepintarannya dapat dilihat dari bagaimana ia berperan sebagai tuhan ketika hamba mengemis, meminta kepadanya karena tidak tahu lagi harus berbuat apa.
Ya, mari kita masuk dalam lingkup ekonomi kapitalisme. Kasarnya seperti ini, daripada dapur kosong, tidak berasap, akhirnya hamba menuhankannya sembari bersabar dan berharap hari esok jauh lebih baik, padahal itu semua nihil jikalau kawan–kawan tidak frontal melawannya.
Kelicikan Humanisme Kapitalisme
Lebih jauh, konsep ekonomi tersebut melahirkan kelas–kelas sosial dalam masyarakat atau pengotakan status manusia. Dikotomi si kaya dan si miskin adalah manifestasinya.
Tidak berhenti di sini. Ironis ketika percabangan tersebut tidak lagi berperikemanusiaan. Yang kaya semakin merajalela, yang miskin semakin menjerit. “Ibarat Judul Lagu Black Brother Hari Kiamat”.
Kawan–kawan tahu bahwa idealnya kondisi tersebut dapat memunculkan kedermawanan. Ingat ! Pilantropis murni tanpa embel-embel bukanlah seorang kapitalis, walaupun kebanyakan orang menganggap mereka kapitalis. Ia tahu betul ketidakseimbangan ajaran kapitalisme dan kemudian memilih menjadi pilantropis.
Ia-kapitalisme melegalkan penghisapan yang dilakukan si kaya atas si miskin, baca perbudakan,. Sungguh sempit humanisme yang diartikulasikan kapitalisme. Bahkan perbudakan tersebut seolah dikondisikan terjadi dan bersifat tidak memaksa. Mengapa hal ini bisa terjadi,
Kenyamanan semu perbudakan dalam lingkaran setan dapat menjadi sebuah jawaban.
Oleh karena itu, marilah sama-sama matangkan idealisme untuk keluar dari lingkaran tersebut walaupun terasa berat, lebih khusus bagi kapitalis muda mapan yang sudah merasa nyaman.
Kapitalisasi Pendidikan
Kapitalisme tidak segan–segan melebarkan sayap di dunia pendidikan, tentu dengan idealismenya bahwa kepemilikan modal elit global adalah segalanya.
Ia berhasil mendisfungsikan esensi pendidikan, mensubstitusi ruang kelas menjadi sebuah perusahaan.
Bagaimana tidak, Kawan-kawan dapat melihat kondisi saat ini, yang bersekolah bahkan berkuliah hanya yang mampu membayar, bagaimana dengan yang ingin sekolah dan kuliah tetapi tidak mampu membayar, Kenyataan di lapangan, mereka tidak dapat menikmati bahkan sekedar untuk mencicipi suasana ruang kelas.
Ya, itu tadi sekelumit tentang pra-ruang kelas. Sekarang bagaimana dengan yang sedang menikmati ruang kelas.
Aura intelektualisme pun didistorsi menjadi sebuah rutinitas formalitas berbuah kemalasan kontinu. Memang hal tersebut merupakan pilihan masing-masing individu. Tetapi penting diingat, Jikalau ruang kelas masih dipenuhi perasaan dan aktivitas yang salah, adalah mimpi di siang bolong melahirkan individu-individu berkualitas unggul. Akhirnya, peserta didik hanya mencari nilai tetapi tidak lagi memikirkan, memanifestasikan apalagi mensyukuri arti sebuah proses.
Lanjut dengan pascaruang kelas. Alhasil, lulusan ruang kelas pencari nilai akhir akan berpenyakit mental bahkan cenderung amoral. Di kemudian hari mereka enggan berpikir dan berusaha. Pragmatisme sempit akan melekat di masing-masing individu dengan meniadakan nilai-nilai murni yang dianugrahi di dalam diri. Korupsi adalah salah satu contoh sederhana.
Sungguh, hal-hal tersebut yang diinginkan kapitalisme. Sebuah bahan perenungan perihal agenda busuk kapitalisme.
Oleh : Obock I Silak


Tidak ada komentar:

Teknik Pembuatan Api Tradisional

Pada 1960-an-1980-an masyarakat perkampungan lembah Yahulikma, Ubahakikma dan Sosomikma tidak memiliki akses korek api, dan masih menggunaka...