Kamis, 25 Oktober 2018

Secara Hukum Internasional ULMWP Sudah Tidak Bisa Lagi Disebut Sebagai Pemberontak Atau Separatis Semata



Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam keadaan-keadaan tertentu. Keadaan tertentu ini ditentukan oleh pengakuan pihak ketiga bagi pemberontak atau pihak bersengketa bila ada niat untuk diselesaikan. Dan pengakuan pihak ketika lahir dari hak asasi manusia, dimana bangsa-bangsa di dunia dianggap mempunyai beberapa hak asasi manusia. Seperti: hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk secara bebas memilih system ekonomi, system politik, dan system social sendiri, dan hak untuk menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya.
Dalam Konvensi Wina 1969 yang diterima dan diakui oleh dunia international mengatur tentang pemberontakan dalam bagian V pasal 53 mengenai “jus Cogens” yaitu menyebut pemberontakan sebagai gejolak yamg terjadi dalam sebuah negara yang penanganannya diatur secara nasional. Namun dalam “Premptory norm” sebagai bagian dari hukum intenasional, mengikat individu, selain negara, termasuk kaum pemberontak, sehingga mengakui pemberontak sebagai bagian dari subyek hukum internasional.
Demikian juga dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2131 (XX) yang dikeluarka tahun 1965,
Belligerent dapat disebut sebagai subyek hukum internasional dengan syarat: tidak ada upaya penyelesaian konflik dari suatu negara, sumber konfliknya nasionalisme, selain pemberontak telah terorganisasi dalam suatu kekuasaan yang rapi dan menghindari kekerasan kepada rakyat sipil dan mendapat pengakuan beberapa negara.
Dengan demikian, bila beberapa elemen perjuangan bersepakat dan melahirkan ULMWP, tidak diselesaiakannya berbagai konflik sebagaimana telah di sebutkan di atas, dukungan Vanuatu, Solomon Island, Tonga, Tuvalu, serta diundangnya ULMWP dalam pertemuan MSG dan PIF, serta adanya kesepakatan antara Solomon Island, Vanuatu, Gerakan Kanak dengan ULMWP, diundangnya ULMWP dalam pertemuan PCWP serta dukungan berbagai pihak di dunia, telah menunjukkan kepada kita bahwa ULMWP telah memenuhi kriteria sebagai “Belligerent”dan sudah dapat di kategorikan sebagai bagian dari subyek hukum internasional. Sehingga,tugas ULMWP adalah mencari pengakuan sebagai  “Belligerent” dengan melakukan syarat sebagai subyek hukum internasional. Dimana, ULMWP wajib perjuang mendukung hak dan kewajiban internasional, melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional, berhak menjadi pihak dalam pembentukkan perjanjian internasional, mempunyai hak melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban internasional, mempunya hak kekebalan dari pengaruh dan penerapan yuridiksi nasional suatu negara, dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi internasional.
Jadi, perjuangan Papua melalui ULMWP yang lahir dari hasil koalisi dari sumber-sumber konflik di atas, maka secara hukum internasional sudah tidak bisa lagi di sebut sebagai pemberontak atau separatis semata, namun perjuangan ini telah naik suatu tingkat dari Insurgent Belligerent dan akibat hukumnya, lembaga tersebut telah menjadi subyek hukum internasional yang memiliki hak yang sama dengan apa yang dimilikinya subyek hukum internasional lainnya.




Tidak ada komentar:

Teknik Pembuatan Api Tradisional

Pada 1960-an-1980-an masyarakat perkampungan lembah Yahulikma, Ubahakikma dan Sosomikma tidak memiliki akses korek api, dan masih menggunaka...