Kamis, 25 Oktober 2018

Secara Hukum Internasional ULMWP Sudah Tidak Bisa Lagi Disebut Sebagai Pemberontak Atau Separatis Semata



Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam keadaan-keadaan tertentu. Keadaan tertentu ini ditentukan oleh pengakuan pihak ketiga bagi pemberontak atau pihak bersengketa bila ada niat untuk diselesaikan. Dan pengakuan pihak ketika lahir dari hak asasi manusia, dimana bangsa-bangsa di dunia dianggap mempunyai beberapa hak asasi manusia. Seperti: hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk secara bebas memilih system ekonomi, system politik, dan system social sendiri, dan hak untuk menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya.
Dalam Konvensi Wina 1969 yang diterima dan diakui oleh dunia international mengatur tentang pemberontakan dalam bagian V pasal 53 mengenai “jus Cogens” yaitu menyebut pemberontakan sebagai gejolak yamg terjadi dalam sebuah negara yang penanganannya diatur secara nasional. Namun dalam “Premptory norm” sebagai bagian dari hukum intenasional, mengikat individu, selain negara, termasuk kaum pemberontak, sehingga mengakui pemberontak sebagai bagian dari subyek hukum internasional.
Demikian juga dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2131 (XX) yang dikeluarka tahun 1965,
Belligerent dapat disebut sebagai subyek hukum internasional dengan syarat: tidak ada upaya penyelesaian konflik dari suatu negara, sumber konfliknya nasionalisme, selain pemberontak telah terorganisasi dalam suatu kekuasaan yang rapi dan menghindari kekerasan kepada rakyat sipil dan mendapat pengakuan beberapa negara.
Dengan demikian, bila beberapa elemen perjuangan bersepakat dan melahirkan ULMWP, tidak diselesaiakannya berbagai konflik sebagaimana telah di sebutkan di atas, dukungan Vanuatu, Solomon Island, Tonga, Tuvalu, serta diundangnya ULMWP dalam pertemuan MSG dan PIF, serta adanya kesepakatan antara Solomon Island, Vanuatu, Gerakan Kanak dengan ULMWP, diundangnya ULMWP dalam pertemuan PCWP serta dukungan berbagai pihak di dunia, telah menunjukkan kepada kita bahwa ULMWP telah memenuhi kriteria sebagai “Belligerent”dan sudah dapat di kategorikan sebagai bagian dari subyek hukum internasional. Sehingga,tugas ULMWP adalah mencari pengakuan sebagai  “Belligerent” dengan melakukan syarat sebagai subyek hukum internasional. Dimana, ULMWP wajib perjuang mendukung hak dan kewajiban internasional, melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional, berhak menjadi pihak dalam pembentukkan perjanjian internasional, mempunyai hak melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban internasional, mempunya hak kekebalan dari pengaruh dan penerapan yuridiksi nasional suatu negara, dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi internasional.
Jadi, perjuangan Papua melalui ULMWP yang lahir dari hasil koalisi dari sumber-sumber konflik di atas, maka secara hukum internasional sudah tidak bisa lagi di sebut sebagai pemberontak atau separatis semata, namun perjuangan ini telah naik suatu tingkat dari Insurgent Belligerent dan akibat hukumnya, lembaga tersebut telah menjadi subyek hukum internasional yang memiliki hak yang sama dengan apa yang dimilikinya subyek hukum internasional lainnya.




Kamis, 18 Oktober 2018

REVOLUSI TEKNOLOGI INFORMASI MENUNTUT GENERASI MILENIAL MENGHADAPI PERADABAN DAN TANTANGAN BERPIKIR GLOBAL


Ilustrasi Gambar

Pendahuluan

Generasi Y atau generasi milenial membawa cara pandang sendiri terhadap dunia kerja. Jika tidak dikelola dengan baik, maka cara pandang generasi milenial yang berbeda dengan generasi pendahulunya akan menimbulkan kesalahpahaman, bahkan bisa terjadi konflik. Millennial adalah mereka yang kelahirannya antara tahun 1981-1994 (beberapa yang lain menyebut hingga sebelum tahun 2000). Mereka juga adalah orang-orang dengan usia produktif sekaligus konsumen yang mendominasi pasar saat ini. Kehidupan sosial menjadi nilai penting, didukung dengan kuatnya arus informasi di masa kini. Begitu pula halnya dengan perilaku konsumsi, yang tak jauh dari lingkup dunia teknologi.

Siapa Yang Dimaksud Generasi Milennial

Dewasa ini, generasi milenial menjadi topik yang cukup hangat dikalangan masyarakat, mulai dari segi pendidikan, teknologi maupun moral dan budaya. Tapi sebenarnya, siapakah yang dimaksud generasi milenial itu dan apakah orang benar-benar mengerti akan sebutan itu.
Milenial atau kadang juga disebut dengan generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah Generasi X, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 1980- 2000an. Maka ini berarti milenial adalah generasi muda yang berumur 17- 37 pada tahun ini. Milenial sendiri dianggap spesial karena generasi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi dalam hal yang berkaitan dengan dinamika perkembangan dunia teknologi informasi saat ini.
Generasi milenial memiliki ciri khas tersendiri yaitu, mereka lahir pada saat TV berwarna,handphone,  internet sudah diperkenalkan. Sehingga generasi kita ini sangat mahir dalam teknologi informasi.
Kebanyakan dari generasi milenial kita ini  hanya peduli untuk membanggakan pola hidup kebebasan dan hedonisme. Memiliki visi yang tidak realistis dan terlalu idealistis, yang penting bisa gaya.
Jadi sebenarnya jika kita ingin menjadi generasi milenial yang bermanfaat, Maka kita juga ditutut untuk  berfikiran kritis, terbuka dengan apa yang ada disekeliling kita, mulai dari masalah kesehatan, Pendidikan, Lingkungan hidup, politik, ekonomi hingga sosial dan budaya. Jangan kita telan mentah-mentah informasi yang kami dapatkan. Cobalah untuk kita berfikir kritis dan pikirkan apa yang bisa kita kontribusikan untuk memecahkan masalah di sekitar kita. Dan juga dapat menggunakan media sosial secara bijak, karena media sosial bisa menjadi pedang bermata dua, tergantung bagaimana kita menggunakannya. Maka kita gunakan dengan bijak, kita musti hindari penyebaran informasidikatakan  asumsi tanpa pembuktian kebenaran fakta.
Hal yang paling penting adalah bantu orang lain, memikirkan orang lain bukan berarti hanya memperhatikan keluarga sekampung atau sedaerah kita saja. Melainkan konsep masyarakat secara keseluruhan bahkan masyarakat dunia global tanpa batas tidak perlu berfikir dengan kedaulatan suatu negara dalam arti sempit,  Jika kita dapat membantu sepuluh atau bahkan seratus masyarakat dunia global tanpa batas memperhatikan kedaulatan suatu negara .
Maka kita di tuntut untuk buat visi  yang realistis, dan kita juga harus tentukan visi yang ingin kita capai. Dan juga membangun ide kita setelah kita memiliki visi yang baik. Kita seharusnya buat ide yang dapat membantu kita mencapai visi kita tadi. Diskusikan ide dengan orang-orang di sekitar kita. Jangan kita takut dengan ide kita dicuri, karena tidak ada ide yang original, dan ingatlah ide itu murah yang mahal eksekusinya.

Apa Yang Dimaksud Generasi Milenial

Milenial adalah juga sebuah istilah yang populer menggantikan istilah Generasi Y (GenY).
Generasi Y adalah cohort (kelompok demografis) yang lahir setelah Generasi X
Sejalan dengan itu, banyak fakta dan mitos yang beredar tentang generasi Milenial, tidak semuanya benar dan tidak sepenuhnya salah. Selain mitos, generasi yang lebih tua sering mencap para milenial dengan stereo type yang sama, yaitu malas dan narsis, generasi Milenial memiliki karakteristik yang khas, kita lahir di zaman TV sudah berwarna dan memakai remote, sejak masa sekolah sudah menggunakan handphone, sekarang tiap tahun ganti smartphone dan internet menjadi kebutuhan pokok kita, berusaha untuk selalu terkoneksi di manapun, eksistensi sosial ditentukan dari jumlah follower dan like kita, kita juga punya tokoh idola, afeksi pada genre musik dan budaya pop populer yang sedang hype, ikut latah #hashstag ini #hashtag itu, pray for ini dan itu, dan semua gejala-gejala kekinian yang tak habis-habisnya membuat generasi orangtua kita kebingungan mengikutinya. Namun dibalik itu semua, ada banyak hal negatif yang disoroti oleh generasi-generasi yang lebih tua dari kita. Milenial dinilai cenderung cuek pada keadaan sosial, mengejar kebanggaan akan merk/brand tertentu padahal orangtua kita makan dua kali sehari saja sudah bersyukur. Pulang kuliah/ kerja nongkrong di Warkop, padahal di kosan hanya makan mie instan.
Kita cuek saja, yang penting gaya trend. Yang penting eksis di media sosial. Yang penting follower-nya banyak. Sekolah atau kuliah cuma jadi ajang pamer harta orang tua kita (untuk yang berpunya), dan menjadi perjuangan untuk yang(BPJS).   tipe Budget Pas-pasan Jiwa Sosialita.
 Sekali lagi, itulah stereotype dari generasi yang lebih tua terhadap generasi kita. Kamu dan saya perlu membuktikan bahwa tidak semua anak muda seperti itu. Tunjukkan apapun yang menjadi passion-mu pada dunia, pada lingkunganmu dan pada orangtuamu. Kita muda, kita enerjik, dan kita punya banyak ide untuk diwujudkan.

Kesimpulan

Generasi milenial kita lebih kreatif, inovatif dan cepat belajar, dan generasi milenial kita juga dianggap sombong, sok tau,loyalitas kita  rendah dan kurang sopan

Saran

Jadilah manusia yang kreatif, inovatif dan cepat belajar dengan memanfaatkan fasilitas yang ada. Tetaplah jaga sopan santun terhadap semua orang dan jalin komunikasi terhadap semua ciptaan sehingga terhindar dari sifat sombong, sok tau dan loyalitas rendah.






Oleh : Obock I Silak






       



Agama-Agama dan Rekonsiliasi Panggilan Mengikuti Kritus di Tengah-Tengah Kekerasan dan Strategi Agama Sebagai Penjaga Gawang HAM di Papua




PENDAHULUAN
Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan, dengan aturan-aturan syarat tertentu. Agama Ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan atau kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Kata agama dalam bahasa inggris adalah “religion” atau bahasa latinnya “religio” yang berarti mengingat dengan kencang, membaca kembali atau membaca berulang-ulang dan penuh perhatian. Agama berkaitan dengan hubungan antara manusia dan dunianya serta dengan Allah karena segala keberadaan manusia adalah Allah.
Dengan menyimpulkan pengertian dari beberapa arti diatas bahwa agama sebagai lembaga yang secara konkrit menjadi bagian dari struktur masyarakat, bisa memainkan perannya dalam mengontrol dan kemudian ikut membentuk sebuah struktur masyarakat yang lebih kondusif bagi perkembangan kultur yang adil bagi setiap individu berdasarkan kekuatan yang dimilikinya. Dalam konteks pembicaraan tentang kekerasan, akan disusulkan optimalisasi lembaga agama dalam membongkar kultur kekerasan di Indonesia umu dan di papua khususnya, yang dimaksud agama sebagai lembaga disini adalah agama dengan struktur organisasinya beserta individu-individu yang memeluknya. Tentu dalam hal ini diandaikan pula bahwa perdebatan Teologis sehubungan dengan peran agama di dunia sudah menemukan platform ( mimbar, panggung atau pondium) kemanusian.








“PANGGILAN MENGIKUTI KRISTUS DITENGAH-TENGAH KEKERASAN”
Berikut ini merupakan interprestasi mengenai gejala kekerasan dan ketidakadilan dalam masyarakat  (pada pemerintahan Orde Baru), kemudian beberapa pertimbangan mengenai panggilan para pengikut Kristus dalam konteks tersebut.

KEKERASAN
Salah satu penyebab ketidakadilan yang dialami pada masa pemerintahan Orde Baru adalah kekerasan yang dijalankan oleh pemerintah melalui alat-alatnya, yakni militer hukum, informasi, dan ideology, yang tidak jarang juga di dukung oleh budaya dan agama. System dan struktur yang tidak adil telah merasuki segala bidang tataran hidup bermasyarakat dan bernegara, sehingga tidak mudah untuk diubah dalam waktu yang singkat.
Indonesia lahir dari masyarakat yang majemuk yang melawan penjajah dan kemudian selanjutnya dibentuk dan disatukan dari atas oleh pemerintah yang otoriter dan represif . Perjuangan menegakkan keadilan dan perdamaian dalam bidang-bidang politik, ekonomi, budaya, berhadapan dengan system dan struktur kekuasaan yang kuat, konflik vertical telah menjadi konflik horizontal, dimana budaya dan agama ikut memainkan peran selama Orde Baru, tidak jarang agama membiarkan diri menjadi alat pemerintah, demi pelaksanaan program pemerintah, suatu hal yang sangat mencolok khususnya menjelang pemilu.
Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa gerakan memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, dan kesejahteraan bersama merupakan kekuatan yang mempersatukan agama-agama. Sebliknya, tanpa gerakan semacam itu agama-agama cenderung memperjuangkan kepentingan kelompok sendiri dan menjadi kekuatan yang terpisah-pisah atau malah berselisih. Sebagai gejala social, sebagai kelompok masyarakat dalam negara Indonesia, umat beragama tidak terlepas dari politik, ekonomi, dan budaya yang bersifat ambivalen. Terhadap ambivalen politik,ekonomi, dan budaya selayaknya umat beragam bersikap kritis berdasarkan sumber-sumber yang dianutnya. Dengan demikian agama menjadi agama rakyat. Kemungkinan lain hanyalah dalam kekuasaan dan agama menjadi sarana kekuasaan. Kenyataan Indonesia seperti ini tidak terlepas dari pengaruh proses globalisasi. Fenomena globalisasi tidaklah netral melainkan penuh dengan ambiguitas, dengan kompetisi yang tidak fair dan hubungan-hubungan yang tidak adil.Dominasi ekonomi dan politik diperkuat dengan agresi cultural yang dipacu dengan kemajuan-kemajuan teknologi. Salah satu dampak globalisasi adalah munculnya fundamentalisme, yang tidak hanya terdapat dalam agama, melainkan juga dalam keluarga nepotisme, dalam ras dan suku primodialisme, dan dalam hubungan gender patriarki, Globalisasi mempunyai andil dalam menumbuhkan sikap hidup komunalistik tersebut. Bahaya dari sikap ini ialah tidak bersedia untuk dialog dan cenderung menggunakan kekerasan. Akibatnya, kaum marginal dan tak berdaya semakin lemah posisinya.
PERMASALAHAN KITA

Berbicara tentang kekerasan berarti pula berbicara tentang aneka ragam model dan bentuk kekerasan. Oleh karena itu, focus kita kekerasan yang akan dibahas disini adalah kekerasan yang lebih dikenal sebagai kekerasan Negara (state violence) Indonesia terhadap rakyat Papua.  Disini saya tidak akan membicarakan tentang hal ini secara detail karena memang, pembicaraan tentang hal ini sudah cukup yang dibahas oleh para Tokoh Papua, Antropolog Papua, Seniman Papua, Cedekiawan Papua, Akademisi Papua Peneliti Papua, Praktisi Hukum Papua, LSM/NGOs Papua dan Aktivis Papua, Mahasiswa Papua Pemuda Papua dalam bentuk bermacam –macam baik itu melalui Buku, Media Cetak, Media Online Jurnal, Seminar-seminar dan dalam berbagai hal lainnya , sehingga setidaknya pastilah kita sudah beranalisa dan sudah tahu kesana, apa itu kekerasan Negara (state violence) terhadap orang Papua.
Hal yang sering dari pembicaran para pakar itu ialah para eksekutiv dan juga legislative  daerah Papua yang di dukung oleh militer Indonesia yang variable utama dalam permainan kekerasan negara terhadap rakyat Papua. Padahal sebagai seorang pemimpin daerah yang bijak hanya dengan mencermati pola-pola kekerasan itulah kita bisa menemukan salah satu mata rantai yang bisa di tenmbus untuk memutuskan lingkaran setan kekerasan itu, tidak mudah bagi masyarakat Papua untuk melawan hal kekerasan itu, bahwa berdasarkan topic diatas maka kalau agama mau supaya gereja berperan secara optimal, perlulah lebih dahulu menemukan titik lemah dari pada budak “korban” kemudian barulah menemukan solusinya.
MEMBONGKAR POLA PENGGELAPAN
Setelah mencermati pola kekerasan diatas , yang kemudian mendesak diperlukan adalah suatu upaya untuk membongkar penggelapan fakta ini sebagai bentukan nyata dari usaha memutuskan lingkaran setan kekerasan. Diharapkan, dengan fakta yang lebih transparan, pola-pola kekerasan itu bisa dinilai dan ditimbang dalam ukuran rasa keadilan masyarakat sesuai prsedur hukum yang berlaku di Indonesia maupun Organisasi Internasional Human Right. Maka lebih lanjut, dalam dukungan masyarakat yang lebih luas kemungkinan besar para korban dan atau keluarga korba,n ini bisa lebih berani memberikan kesaksiannya. Namun sangat sulit bagi pihak korban rakyat Papua memberikan kesaksian ini kepada public Nasional maupun Internasional kalau di pantaupun oleh pihak atau lemmbaga yang mendukung, sekalipun sudah pernah mencoba namun hasilnya mereka malah dihukum lagi pelaku criminal dengan memperbalikan fakta yang sebenarnya.
Berdasarkan Topik artikel dan fakta deskriptif analisa diatas maka timbulah, pertanyaan bahwa:
Sipakah sebenarnya agama itu dan untuk apakah agama itu ada?
Peran dan fungsi agama penting dalam menyikapi konflik HAM (Hak Asasi Manusia) seperti yang di jelaskan diatas sama halnya juga konflik Papua, dan cara yang untuk bisa menyikapi konflik Papua adalah dengan jalan dengan jalan atau ketentuan sebagai berikut:
1.     Pada umumnya agama dilihat sebagai kekuatan moral, bukan perwujudan dari kepentingan ekonomi dan politik praktis dalam arti kekuasaan
2.     Kepentingan agama dalam pilihan ini adalah pilihan keadilan dan kemanusiaan, suatu pilihan universal yang non-sektarian dan tidak berpihak, kecuali hanya pada para korban yang tercabik harga diri kemanusiaanya
3.      Kekuatan lembaga agama yang kedua adalah struktur organisasi dan jaringan internal yang relative baik. Maksudnya, agama sebagai lembaga mempunyai basis massa yang jelasdengan unit-unit pengorganisasian yang cukup baik.
4.     Selain itu, agama biasanya juga mempunyai jaringan keluar yang juga baik, dan ini bisa menjadi kekuatan ketiga
Dengan ketiga kekuatan ini saja, sebenarnya lembaga agama tidak perlu merasa gentar membela keadilan, meskipun tetap perlu mewaspadai upaya-upaya adu domba seperti yang sering terjadi selama.
Dengan demikian pastilah akan terlihat sendiri kebenaran yang sedang diinjak-injak oleh kepentingan kaum kapitalis global itu, maka itu Gereja perlu menyadari tugas pengutusan dan panggilannya. Jika dengan melalaikan tugas pengutusan dan panggilan Gereja maka Gereja gagal hidup sebagai Gereja, yakni sebagai Tubuh Kristus.
Gereja jangan pernah lagi tutup hati dan mulut jika terjadi pelanggaran ketidak manusiawian di tengah-tengah kehidupan umat Allah, Melainkan buka hati dan mulut dengan cara berkata dan bertindak sebab kebenaran boleh dapat di salahkan Namun tidak dapat dikalahkan
Socrates, Sofyan, Yoman

Orang- orang Yang pekerja jujur di atas tanah ini akan melihat tanda heran yang satu ke tanda heran yang lain
Isac, Zamuel, Kijne




Oleh: Obock Robsil Silak
Penulis adalah Alinlan Nare Ft Kaki Abu

Indonesia Dan Papua Sama-Sama Korban Kapitalisme Elit Global








Pendahuluan
Kapitalisme atau capital merupakan suatu ajaran atau paham yang meyakini bahwa pemilik modal dapat melakukan usahanya demi meraih keuntungan sebesar-besarnya dimana pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar.
Menurut Dudley Dillard, kapitalisme adalah hubungan-hubungan di antara pemilik  pribadi atas alat-alat produksi yang bersifat nonpribadi (tanah, tambang, instalasi industry dan sebagainya, yang secara keseluruhan disebut modal atau capital) dengan para pekerja yang walaupun bebas namun tak punya modal yang menjual jasa tenaga kerjanya kepada para majikan atau kaum proletar.
System kapitalisme sepenuhnya memihak dan menguntungkan pihak-pihak pribadi kaum bisnis atau kaum borjuis, swasta. Dengan seluruh  keputusan yang menyangkut bidang produk baik itu alam dan tenaga kerja tetap dikendalikan oleh pemilik dan diarahkan demi mendapatkan keuntungan dalam jumlah yang besar.
      Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap kaum feodal salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya “The Protestan Etic of Spirrit Capitalism” mengatakan bahwa kemunculan kapitalisme erat sekali dengan semangat religious terutama kaum protestan.
 Pendapat Max Weber ini didukung Marthin Luther King yang menyebutkan bahwa melalui perbuatan dan karya yang lebih baik  manusia dapat menyelamatkan diri dari kutukan abadi.
 Benjamin Franklin dengan motonya yang sangat terkenal: “Time is Money’, yang artinya bahwa manusia hidup untuk bekerja keras dan memupuk kekayaan sebanyak-banyaknya.

Definisi Kapitalisme
Tentu kawan–kawan sudah tahu betul apa itu sistem iblis kapitalisme, buatan london, dengan tidak mengotakan warna kulit. Ia, mari kita sama-sama mendefinisikan ulang hakiki kapitalisme yang sejauh ini ia berhasil membuat kita ogah berpikir tentangnya sekaligus seolah memberi rasa aman bagi kebanyakan umat manusia.
Kapitalisme adalah juga sebuah sistem global jahat yang diaktori segelintir orang pemilik modal besar dan juga elit glogal. Ia tidak sukar membayangkannya. Perumpamaannya seperti ini, ada uang abang sayang, tak ada uang abang melayang.
Ia kemudian membentuk lingkaran setan yang rapat sehingga orang–orang di dalamnya sulit keluar karena seolah dimanjakan, padahal diperbudak segelintir orang pemilik modal elit global.
Ia melegitimasi penghisapan manusia atas manusia lain karena hanya cara tersebut yang ampuh mempertahankan eksistensinya.
Ia pintar, cerdas, tapi satu hal yang dapat menghancurkannya, ia licik dan culas.
Kepintarannya dapat dilihat dari bagaimana ia berperan sebagai tuhan ketika hamba mengemis, meminta kepadanya karena tidak tahu lagi harus berbuat apa.
Ya, mari kita masuk dalam lingkup ekonomi kapitalisme. Kasarnya seperti ini, daripada dapur kosong, tidak berasap, akhirnya hamba menuhankannya sembari bersabar dan berharap hari esok jauh lebih baik, padahal itu semua nihil jikalau kawan–kawan tidak frontal melawannya.
Kelicikan Humanisme Kapitalisme
Lebih jauh, konsep ekonomi tersebut melahirkan kelas–kelas sosial dalam masyarakat atau pengotakan status manusia. Dikotomi si kaya dan si miskin adalah manifestasinya.
Tidak berhenti di sini. Ironis ketika percabangan tersebut tidak lagi berperikemanusiaan. Yang kaya semakin merajalela, yang miskin semakin menjerit. “Ibarat Judul Lagu Black Brother Hari Kiamat”.
Kawan–kawan tahu bahwa idealnya kondisi tersebut dapat memunculkan kedermawanan. Ingat ! Pilantropis murni tanpa embel-embel bukanlah seorang kapitalis, walaupun kebanyakan orang menganggap mereka kapitalis. Ia tahu betul ketidakseimbangan ajaran kapitalisme dan kemudian memilih menjadi pilantropis.
Ia-kapitalisme melegalkan penghisapan yang dilakukan si kaya atas si miskin, baca perbudakan,. Sungguh sempit humanisme yang diartikulasikan kapitalisme. Bahkan perbudakan tersebut seolah dikondisikan terjadi dan bersifat tidak memaksa. Mengapa hal ini bisa terjadi,
Kenyamanan semu perbudakan dalam lingkaran setan dapat menjadi sebuah jawaban.
Oleh karena itu, marilah sama-sama matangkan idealisme untuk keluar dari lingkaran tersebut walaupun terasa berat, lebih khusus bagi kapitalis muda mapan yang sudah merasa nyaman.
Kapitalisasi Pendidikan
Kapitalisme tidak segan–segan melebarkan sayap di dunia pendidikan, tentu dengan idealismenya bahwa kepemilikan modal elit global adalah segalanya.
Ia berhasil mendisfungsikan esensi pendidikan, mensubstitusi ruang kelas menjadi sebuah perusahaan.
Bagaimana tidak, Kawan-kawan dapat melihat kondisi saat ini, yang bersekolah bahkan berkuliah hanya yang mampu membayar, bagaimana dengan yang ingin sekolah dan kuliah tetapi tidak mampu membayar, Kenyataan di lapangan, mereka tidak dapat menikmati bahkan sekedar untuk mencicipi suasana ruang kelas.
Ya, itu tadi sekelumit tentang pra-ruang kelas. Sekarang bagaimana dengan yang sedang menikmati ruang kelas.
Aura intelektualisme pun didistorsi menjadi sebuah rutinitas formalitas berbuah kemalasan kontinu. Memang hal tersebut merupakan pilihan masing-masing individu. Tetapi penting diingat, Jikalau ruang kelas masih dipenuhi perasaan dan aktivitas yang salah, adalah mimpi di siang bolong melahirkan individu-individu berkualitas unggul. Akhirnya, peserta didik hanya mencari nilai tetapi tidak lagi memikirkan, memanifestasikan apalagi mensyukuri arti sebuah proses.
Lanjut dengan pascaruang kelas. Alhasil, lulusan ruang kelas pencari nilai akhir akan berpenyakit mental bahkan cenderung amoral. Di kemudian hari mereka enggan berpikir dan berusaha. Pragmatisme sempit akan melekat di masing-masing individu dengan meniadakan nilai-nilai murni yang dianugrahi di dalam diri. Korupsi adalah salah satu contoh sederhana.
Sungguh, hal-hal tersebut yang diinginkan kapitalisme. Sebuah bahan perenungan perihal agenda busuk kapitalisme.
Oleh : Obock I Silak


Teknik Pembuatan Api Tradisional

Pada 1960-an-1980-an masyarakat perkampungan lembah Yahulikma, Ubahakikma dan Sosomikma tidak memiliki akses korek api, dan masih menggunaka...