Minggu, 02 Desember 2018

seorang politikus hanya memikirkan pemilihan/pencalonannya ke kursi publik serta jabatan publik namun seorang negarawan memikirkan nasib generasi berikutnya[dia

Manokwari, 2 Desember 2018.
James Freeman Clarke mengatakan, “ A politician thinks of the next election. A statesman, of the next generation” atau bila di bahasa Indonesiakan dan di uraikan lebih, seorang politikus hanya memikirkan pemilihan/pencalonannya ke kursi publik serta jabatan publik namun seorang negarawan memikirkan nasib generasi berikutnya[dia]. Kita di tanah yang penuh dengan harapan serta ketertinggalan, kita sudah tidak bisa mengelak lagi kalau kita membutuhkan seseorang/kelompok/golongan negarawan yang hari ini pikir benar-benar nasib generasi dibawah mereka. Ya, kami/kita ini semua. Pandangan saya, hari ini, di kota yang saya duduk[Manokwari] ini, belum muncul sosok pemimpin yang kita harapankan ini. Ini memang memilukan namun juga menjadi kesempatan emas bagi kami, saya, koi, kita semua yang sedang baris dibelakang ‘mereka’ yang sudah deluan ini, untuk sepakat kalau kita/kami/koi/saya sudah setuju untuk menjadi negarawan.
Menurut saya, menjadi negarawan itu memang tidak mudah. Ya, tidak mudah karena hal paling fundamental seperti yang di ungkapkan Antonio Villaraigosa: tidak ada siapapun yang berada di atas hukum (no one is above the law) – mau politikus, mau pendeta, mau kriminal, mau polisi, mau tentara, kita semua sejajar di mata hukum yang mempertegas/mengingatkan kita bahwa siapapun kita, kita bertanggung jawab atas perbuatan kita (We are all accountable for our actions). Ini hal PENTING yang harus kita ingat sebagai calon pemimpin/negarawan negeri dan tanah perjanjian ini.
Untuk saya, menjadi seorang politikus itu sangatlah mudah. Cukup kita lakukan apa yang dilakukan oleh sosok Theodore Roosevelt. Dia mengatakan, untuk menjadi seorang polikus sukses, atau ketika menjadi seorang politikus, seseorang cukup ‘bantu’ mengatakan apa yang masyarakat[rakyat, kelompok, golongan] sedang memikirkan/bepikir, dengan secara rutin, tegas, diulang-ulang, dan disampaikan dengan suara yang BESAR. Tapi saya mohon maaf karena saya sendiri tidak ingin mendorong siapapun untuk menjadi seorang politikus dan melakukan apa yang disarankan tuan Theodore Roosevelt ini. Saya lebih mau ajak kita semua untuk menjadi negarawan dan bukan hanya sekedar politikus.
Lanjut, pandangan saya tentang pemerintah tanah ini – dua provinsi yang menaungi 7 wilayah adat, negeri emas yang didiami oleh burung cenderawasih/burung surga, yang hanya hidup dan ada di tanah ini, harusnya memimpin sebagai negarawan. Ya, Bapak/Ibu dorang pemangku kebijakan yang di pilih oleh kami ini hendaknya menjadi negarawan yang berpikir ‘setengah gila’ karena memimpin tanah ini harus begitu. Setengah gila ini saya maksudkan adalah kalau memang Jakarta tidak merespon kepentingan orang Papua yang di usulkan dalam bentuk peraturan-peraturan daerah, yang mungkin dinilai bertentangan dengan kepentingan mereka[Jakarta], ya, Bapak/Ibu lanjut jalan saja. Hari ini kalau tidak demikian, makin hari/bulan/tahun, kita yang ada ini akan jadi ‘pengemis’ di negeri kami ini karena arus desakan dari ‘luar’ ini akan datang. Sebenarnya ‘maaf’ karena yang sekarang pun kami ini sudah terdesak jadi Bapak/Ibu, kami penerusmu minta tolong untuk segera kasih ‘jalan bola’ sudah semua hal prinsip yang perlu di kerjakan hari ini untuk menyiapkan masa depan yang baik untuk kami.
Terakhir, untuk menjadi pemimpin negarawan, kita semua perlu tahu bahwa apapun itu, entah kita mungkin dididik di luar negeri, mungkin seorang ilmuwan hebat, politisi, kita hanya dapat menghilangkan rasa kuatir/takut kita ketika hendak menjadi pemimpin/negarawan dengan melakukan/mengerjakan hal-hal “biasa” yang telah di amanatkan/ditugaskan kepada kita karena kalau tidak, hal buruk/sesuatu yang jahat dapat terjadi ketika kita tidak melakukan hal-hal kecil tersebut. Kalau hal kecil saja kita tidak lakukan, seperti kemapanan diri, kemandirian berpikir, maka yang terjadi itu kita akan menjadi orang yang ‘terpaksa’ harus menyesuaikan diri/pikiran terhadap kondisi ‘tidak ideal’ yang dikuasi dan di jalankan oleh mereka-mereka yang dipercayakan namun bisa jadi sedang menyalahgunakan kekuasaan.
Penulis: George Saa (Penulis Essay Pendidikan, Kesehatan, Sosial-Politik dan Ekonomi

Tidak ada komentar:

Teknik Pembuatan Api Tradisional

Pada 1960-an-1980-an masyarakat perkampungan lembah Yahulikma, Ubahakikma dan Sosomikma tidak memiliki akses korek api, dan masih menggunaka...