Selasa, 28 April 2020

INJIL BERSINAR DI LEMBAH SIBIKMA DAN YAHULIKMA



 PROLOG

Tahun 1959 Pendeta F. J. S. Rumainum, Ketua Umum Sinode Pertama Gereja Kristen Injili (GKI)  Irian Barat-sekarang GKI di Tanah Papua boleh kita katakan sebagai bapak leluhur Klasis Balim Yalimu, Yalimu Angguruk, Yalimu Elelim, dan bakal Klasis Balim Selatan.
Pada salah satu perjalanan ke Eropa Pdt F. J. S. Rumainum memohon tenaga dua Pendeta dan satu Dokter dari ZNHK untuk daerah Jayawijaya Klasis Balim Yalimu, Yalimu Angguruk, Yalimu Elelim, dan Bakal Klasis Balim Selatan sekarang. Sekretaris Umum ZNHK (Zending Nederlands Hervormde Kerk) , Dr. Locher pada waktu itu menyarankan agar permohonan itu diajukan kepada badan PI RMG (Rheinische Missionsgesellschaft) sekarang di sebut VEM (Vereinte Evangelische Mission) di Jerman. Pdt F. J. S. Rumainum bertemu dengan pimpinan  zending VEM sesudah hal itu dipertimbangkan dan didoakan, maka dicapai diantara tiga pihak, Yaitu: GKI ZNHK dan VEM. ZNHK rela membiayai pekerjaan kesehatan, VEM mau membiayai pekerjaan  Pekabaran Injil (PI) di Jayawijaya pegunungan Papua Barat, Klasis Balim Yalimu, Yalimu Angguruk, Yalimu Elelim, dan Bakal Klasis Balim Selatan.
Dalam hubungannya itu ZNHK mengutus Dokter W. H. Vriend RMG atau VEM mengutus Pendeta Dr.Siegfried Zollner serta Pendeta Paul Gerhard Aring.
Pendeta Dr.  Ziegfried Zollner dan Dokter W. H. Vriend tiba di Papua Barat pada 24 September 1960 selama menempuh perjalanan kurang lebih 42 jam dari Jerman sampai tiba di Papua Barat. Pada Oktober 1960 menyusul Pendeta Aring dan keluarganya tiba di Jayapura dengan menggunakan kapal laut. Pada bulan dan Tahun yang sama juga, Dr.de Kleine,  Direktur RMG atau sekarang VEM melakukan kunjungan dinas ke Holandia sekarang Jayapura, atau Papua Barat. Dalam kunjungan ini maksudnya bertemu dengan para pimpinan GKI Irian Barat-sekarang pimpinan GKI di Tanah Papua dan melihat dari dekat pos-pos pekabaran injil di daerah pedalaman Pegunungan Papua Barat.
Setelah beberapa hari di Jayapura De Kleine berangkat ke pos pekabaran Injil di Tiom lewat Wamena di lembah Balim bersama rombongan yang terdiri dari Dr. Ziegfried Zollner, F. J. S. Rumainum, dan Dokter W. H. Vriend.
Di Tiom mereka berkunjung (ke pos pekabaran Injil di Tiom disana ada)  Bapak. Nils van der Stoep untuk membicarakan masalah wilayah pelayanan. Pada hari berikut mereka berangkat dari Tiom dengan pesawat Cessna untuk memantau daerah Timur (Yali) dari udara. Sebentar saja mereka singgah di Wamena, lalu terbang ke Angguruk mengikuti kali Baliem dan lembah Heluk (Ninia). Pemandangan pesona lembah Baliem dan Yalimu dari atas pesawat Cessna memang sangat menakjubkan, terlihat kebun-kebun dan perkampungan warga Ninia. Dengan menelusuri tepi gunung Nuruhumeg dan kali Yahuli akan tampak lahan kebun dan perkampungan orang Timur (Yali) di sekitar Angguruk. Termasuk juga memantau seluruh lembah Yahulikma, Ubahag Ikma, Sibikma, dan lembah Pontengikma lalu mereka pulang ke Sentani.  Di Sentani de Kleine dan Zollner membuat janji bertemu dengan kepala pilot MAF David Steiger,  untuk maksud kesediaan pihak MAF membantu rencana pembukaan daerah pekabaran Injil yang baru, khususnya melayani penerbangan ke daerah Baliem Yalimu.  Dan pilot David Steiger bersedia untuk memberikan bantuan pelayanan penerbangan MAF untuk membuka pekabaran Injil di daerah baru itu.
Dokter Vriend dan Zollner dari Sentani berangkat ke Wamena lagi melalui Tiom sekarang Lani Jaya.  Mereka menginap di Hotel Nayak dekat bandara Wamena.  Sekali lagi Dokter Vriend dan Zollner dengan Pilot memantau daerah Timur (Yali) dari udara dan pulang kembali ke Wamena.
Selama di Wamena Vriend dan Zollner mencari informasi tentang hubungan ke daerah Timur (Yalimu)  mereka tahu dari masyarakat di Wamena bahwa biasanya ada kontak orang Timur (Yali) di Kurima. 
Mereka berjalan kaki ke kampung Kurima dan membangun sebuah pondok yang beratapkan alang-alang sebagai tempat berteduh sementara. Tidak jauh dari kampung Sielma/Seinma dan kampung Hitigima.
Selama tinggal di Kurima mereka mencari informasi ke masyarakat bagaimana mereka ke daerah Timur (Yalimu).  Beberapa hari kemudian tiga orang Timur (Yali)  dengan terlilit rotan di badan datang Kepada Vriend dan Zollner di pondok. Ketiga orang Timur (Yali)  itu mendapat kabar dari masyarakat bahwa ada dua orang missionaris kulit putih membutuhkan bantuan untuk ke daerah timur (Yalimu).
Di perkirakan itu bulan Desember menjelang hari raya Natal. Saat itu hanya Pdt Zollner sendiri yang tinggal di Kurima sedangkan Dokter Vriend ke Jayapura.
Pada tanggal 3 Januari 1961, Pdt Zollner meninggalkan Kampung Kurima dan berpindah ke kampung Yuwarima. Dengan harapan bahwa bisa mendapatkan informasi dan kontak dengan Orang-orang Timur (Yali)  di kampung Yuwarima. Sementara menetap di kampung Yuwarima dijadikan sebagai base camp untuk ke daerah Timur (Yalimu). Selama beberapa  hari di kampung Yuwarima Orang-orang sudah datang sampaikan kesetiaan mereka untuk mengantarkan ke daerah dibalik gunung.
Sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke daerah Timur (Yalimu), mereka dikejutkan oleh kedatangan tamu tak diundang dari Timur (Yalimu), yaitu dua orang yang bernama Ninggi dan Isel. Mereka datang membawa pesan se ekor anak babi. Itu artinya bahwa mereka tidak setuju pendeta Zollner dengan rombongan pergi ke kampung daerah Timur (Yalimu). Maksud mereka biar mereka saja yang datang mengunjungi pendeta Zollner dengan rombongan di kampung Yuwarima dan katanya (hite nit wereg ambeg lahup fug).  Mereka ingin membawakan beberapa ekor babi untuk ditukarkan dengan kapak besi. Tetapi pdt Zollner berpesan dengan hati-hati bahwa "Kami akan datang kepada Kalian di Timur (Yalimu)".
Pada 20 Maret 1961 Pendeta Zollner bersama rombongan melanjutkan perjalanan ke kampung Piliam jarak dari kampung Yuwarima ke kampung Piliam selama empat hari. Mereka harus bermalam tiga kali di gunung Sisim, Yetohik dan Abiangge. Walaupun kepala kampung Yuwarima Bapak Polaimakwe menahan rombongan tinggal beberapa hari lagi di Kampung Yuwarima tapi rombongan tetap berangkat dimana Dokter Vriend, Gerson Mambrisauw dan pendeta Manase Yoku lebih dulu berangkat ke Sisim disana mereka menunggu pendeta Zollner dan Penginjil Medat Maban tiba disana bersama seorang Kampungan Piliam bernama Elesoni juga tiba hari yang sama. Berita kedatangan rombongan sudah tiba di Kampung Piliam, hari berikutnya beberapa orang Kampung Piliam datang menyebut rombongan. Melalui gunung Elit Vriend di bantu oleh mereka yang lain Zollner di bantu oleh bapak Soborehen dari Piliam mereka dapat tiba di Abiangge istirahat hari ketiga Zollner dan Vriend memberi jabat tangan kepada orang Piliam tapi mereka malu-malu menarik tangan mereka.
Orang dari Kampung Piliam sudah pada berdatangan di Abiangge. Di benak Zollner bersama rombongan rasa khwatir jangan sampai mereka menyerang atau mengusir. Sebab di daerah Timur (Yali) diisukan secara luas bahwa "orang aneh sedang menuju ke daerah timur (Yali)". Ternyata justru sebaliknya.
Pada 24 Maret 1961 tiba di Kampung Piliam Suwele. Selama beberapa hari di Kampung Piliam Orang Piliam menerima rombongan dengan cara bakar batu lima ekor babi melalui cara makan bersama.
Rombongan Zollner dan Vriend mereka tinggal di Suwele selama kurang lebih hampir satu bulan satu minggu dari tanggal 24 maret sampai 30 April.
Dari Kampung Piliam rombongan berangkat berjalan kaki menuju ke Kampung Waniok.
Ada seorang bernama Senggebin dari Waniok datang sehari sebelumnya bertemu dengan Dokter Vriend dan Pendeta Zollner waktu masih di Piliam. Dia datang meminta bantuan pendeta Zollner dan Dokter Vriend untuk bagaimana menghentikan konflik antara orang Sibikma dan Yahulikma. Kata "Senggebin bahwa konflik antara orang Waniok dengan orang Piliam menciptakan hubungan keluarga yang tidak normal dan harmonis.
Pada 30 April 1961 Dokter Vriend, Pendeta Zollner, Sabumondek, Weagahun, Suhulhalug berangkat naik ke Fungfung bukit batas wilayah antara Kampung Piliam dan Waniok. Sabumondek terus meneruskan perjalanan ke Waniok, kalau orang Wabiok bersedia menerima rombongan ia akan kembali dan memberitahukan mereka yang menunggu di Fungfung. Orang di Piliam tidak ikut, karena mereka berperang dengan orang Yahulikma Maban dan Mambrisauw juga tinggal di Piliam.

Pada 01 Mei 1961 pagi-pagi sekali Sabumondek dengan orang Waniok datang menyembut mereka di Fungfung. Rombongan dijemput oleh ratusan orang Waniok dan di antar ke Piyinggig Silimu.  Sabumondek bilang: kepada orang Waniok', "Yang datang ini orang Pahabol, berilah salam kepadanya! Maksudnya Pendeta Zollner dan Dokter Vriend adalah orang Pahabol. Lalu menerima mereka dengan sapaan salam Om...om...om (Namia... Namia... Namia). Orang Waniok membangun rumah pemondokan beratapkan alang-alang di Piyinggig Silimu. Pada hari besoknya Kepala suku Piringi Salak dan Orang Waniok bakar batu empat ekor babi sebagai tanda menerima mereka untuk makan bersama.
Pada 3 Mei 1961 Zollner kembali ke Piliam menyembut Maban dan Mambrisauw. Pada 4 Mei 1961 rombongan Zollner bersama-sama dengan beberapa orang Piliam berjalan kaki menuju Fungfung. Sana mereka dijemput oleh orang Waniok yang sudah tiba tadi menunggu kedatangan mereka. Rombongan begitu terkejut ketika mereka tahu bahwa akan ada upacara Perdamaian di Fungfung antara orang Waniok dengan orang Piliam. Sekumpulan orang menyanyikan lagu-lagu yite sini, ada yang berpidato, dan kemudian kedua pihak ingin berdamai itu saling menukar babi sebagai tanda perdamaian. Beberapa orang Waniok mengantarkan Zollner dan rombongan ke Piyinggig Silimu. Mereka tinggal di Waniok dari tanggal 1-18 Mei 1961, dari situ mereka jalan pulang pergi ke Angguruk mengukur tempat di mana mau bangun lapangan. Pada 19 Mei 1961 rombongan berpindah dari Waniok ke Angguruk dengan jalan kaki satu hari perjalanan melalui Kampung Tenggeli.

 Obock I Silak

Disatur dengan prolog pekabaran injil pada Aslinya.

Rabu, 22 April 2020

Refleksi Saja
Belajar untuk "Cinta Menulis"
Oleh : Obock

Pendahuluan
Mendengar adalah kata dasar dari dengar, jadi dengar akan sesuatu dengan sungguh-sungguh, memasang telinga baik-baik untuk mendengar atau dapat menanggap suatu bunyi. Misalnya  sedang mendengar warta berita memperhatikan, mengindahkan; menurut nasihat, bujukan, orang tua (Bapak) dan sebagainya.

Demikian pula Membaca adalah juga salah satu keterampilan berbahasa. Dan juga kegiatan memahami teks bacaan dengan tujuan untuk memperoleh informasi dari teks atau buku yang kita umumnya baca.
Membaca  juga berfungsi untuk mengetahui lebih banyak tentang bacaan.

Tentang penulisannya atau permasalahan yang dibacarakan mulai dari awal masalah sampai pemecahan masalah atau akhir berita.

Maka Menulis juga adalah suatu kegiatan menyampaikan suatu ide atau gagasan baik itu tulisan huruf, angka, menggunakan tangan dengan pensil, pulpen, spidol melaui media berupa batu, kertas, buku, ataupun yang paling populer saat ini melaui  media sosial.

Dengan demikian budaya adalah juga suatu pola hidup yang tumbuh dan berkembang pada sekelompok manusia yang mengatur agar setiap individu mengerti apa yang harus dilakukan, dan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya.

Secara khusus Orang Pegunungan Tengah Papua sama seperti saudara-saudaranya di seluruh serumpun papua Ras Melanesia hitam kulit, keriting ramput, jadi orang Pegunungan Tengah Papua mendengar segala sesuatu sungguh-sungguh, memasang telingah baik-baik untuk mendengar atau menanggap suatu bunyi,
Misalnya mereka orang Pegunungan Tengah Papua sangat menghormati dan menuruti nasihat-nasihat atau ancuran-ancuran orang yang lebih tua dari mereka, mereka yang tidak menurutinya akan mengalami akibatnya sendiri, dari sejak turun temurun dan di wariskannya dari generasi ke generasi.

Orang Pegunungan Tengah Papua secara lisan mereka mampu membaca dan memahami secara konteks mereka orang-orang Pegunungan Tengah Papua dan mereka mempunyai keterampilan menyampaikan informasi secara lisan dari dalam ingatan mereka yang begitu luar biasanya tidak pernah hilang dari ingatan mereka tanpa melihat dan menyampaikan memakai catatan sedikipun.

Orang Pegunungan Tengah Papua tidak pernah sama sekali mengenal yang namanya menulis, apalagi menulis dalam bentuk tulisan di pohon, batu, rumah, atau bahkan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka, untuk dijadikan sebagai bahan tulisan mereka belum ada sama sekali tahu, mereka hanya menyimpan cerita mereka  secara lisan dari turun temurun, luar biasanya otak mereka  bisa menyimpan cerita dari generasi ke generasi andai saja otak Albert einstein perancang teori M=c2 dan Thomas Alva edison penemu bola lampu.

Budaya juga adalah suatu cara hidup yang terdapat pada sekelompok manusia, yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya.

Orang Pegunungan Tengah Papua memiliki 7 unsur kebudayaan dan sanagat kaya dengan pengetahuan mereka, ideologi mereka, sistem artefak dan kerajinan tangan mereka, sistem pencaharian mereka, berburu ke hutan, sistem religi mereka suci atau rahasia dan lain sebaginya.
Bersambung............

Akhir kata

Mendengar adalah Budaya Saya, Membaca dan Menulis bukan budaya saya Melainkan belajar untuk "Cinta Menulis".



Teknik Pembuatan Api Tradisional

Pada 1960-an-1980-an masyarakat perkampungan lembah Yahulikma, Ubahakikma dan Sosomikma tidak memiliki akses korek api, dan masih menggunaka...